ndonesia Memiliki areal Terumbu Karang yang luas, diperkirakan sekitar 14 % dari luasan terumbu karang di dunia atau ada juga yang memperkirakan seluas 51 % dari terumbu karang yang ada di Asia Tenggara. Ada beberapa penapsiran yang berbeda- beda mengenai luasan terumbu karang di Indonesia, berdasarkan criteria dan asumsi penapsiran masing-masing menurut kemampuan fungsi, ruang dan waktu perhitungannya. Misal Tomascik et al. (1997) menaksir secara kasar luasan terumbu karang yang ada di Indonesia sekitar 85.000 km2. Cesar (1996) menggunakan angka total luasan terumbu karang 75.000 km2 untuk penilaian ekonomi turumbu karang di Indonesia. Laurette et al. (2002) mengestimasi luasan terumbu karang Indonesia sekitar 50.875 km2 tidak termasuk terumbu karang yang berada di daerah perairan laut yang dalam dan daerah yang jauh terpencil. Hasil penelitian LIPI-LAPAN melaporkan total luasan terumbu karang Indonesia 20.731 km2 tidak termasuk yang berada di daerah perairan yang kedalamannya lebih 30 m dan paparan tebing terumbu yang sangat curam tidak terdeteksi oleh sensor satelit yang dipergunakan.
Fungsi dan manfaat Terumbu Karang adalah penting bagi kehidupan manusia dan kehidupan binatang-bintang yang ada di laut. Secara fisik dan biologik memiliki nilai berarti bagi mendukung produktivitas perairan pantai dan penyediaan bahan-bahan kebutuhan bagi manusia.
FUNGSI
Ada berbagai fungsi dari terumbu karang, di antaranya adalah:
1. Sebagai gudang keanekaragaman hayati dan “rumah� bagi kehidupan berbagai binatang laut.
2.Merupakan tempat berkembangbiak, memijah, asuhan, dan mencari makan berbagai organisme laut yang sebagian besar bernilai ekonomis.
3.Sumber makanan dan bahan farmasi
4.Berfungsi penting dalam siklus biokimia global
5. Melindungi pantai dan ekosistem lainnya dari gempuran ombak yang keras.
6. Pencatat alami adanya variasi lingkungan alam dan cuaca
KEGUNAAN
1. Dimanfaatkan sebagai sumber daya perikanan berbagai jenis biota laut seperti ikan, invertebrata, reptil, rumput laut dan lain-lainnya.
2.Berpotensi untuk pertanian laut (marine-culture): ikan, rumput laut, kerang mutiara, kima raksasa dan lain-lainnya.
3.Mendukung pengembangan perdagangan dan teknik industri akuarium laut
4.Keunikan dan keindahan alamnya menarik bagi jutaan turis dari dalam negeri maupun mancanegara. Tempat tujuan antara lain: Pulau Nias, Pulau Siberut, Kepulauan Seribu, Bunaken, Taka Bonerate, Kepulauan Wakatobi, Kepulauan Spermonde, Kepulauan/ Gili Lombok Barat, Seram, Banda dan Teluk Cendrawasih.
5. Penyediaan bahan bangunan, eksesnya mengancam kelestarian lingkungan
6. Dimanfaatkan sebagai laboratorium terbuka bagi pendidikan dan riset kelautan, Enam Universitas yang telah ditunjuk bagi pengembangan ilmu kelautan di Indonesia yaitu Universitas Riau di Pekanbaru (Sumatera), Institut Pertanian Bogor (Jawa Barat), Universitas Diponegoro di Semarang (Jawa Tengah), Universitas Hasanuddin di Makassar (Sulawesi Selatan), Universitas Sam Ratulangi di Manado (Sulawesi Utara) dan Universitas Pattimura di Ambon (Maluku) memiliki stasiun lapangan di atau dekat daerah terumbu karang. Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga mempunyai beberapa Stasiun Lapangan di beberapa daerah kawasan terumbu karang yaitu di Pulau Pari (Kepulauan Seribu-DKI Jakarta), Lombok (NTB), Ambon dan Tual (Maluku), Biak (Irian Jaya) dan Bitung (Sulawesi Utara).
7. Sejumlah 34 Daerah Perlindungan Laut telah dibangun meliputi sekitar 4,619 juta hektar dengan fungsi khusus sebagai: Reservasi Alam Laut, Cagar Alam Laut, Taman Wisata Laut, dan Taman Nasional Laut. Sebanyak enam Taman Nasional Laut telah dibangun yaitu di Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Karimun Jawa (Jawa Tengah), Kepulauan Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Pulau Bunaken (Sulawesi Utara), Kepulauan Taka Bonerate (Sulawesi Selatan) dan Teluk Cendrawasih (Irian Jaya/Papua).
GANGGUAN
Gangguan alami
Terumbu Karang dapat terancam oleh gangguan alami dengan berbagai intensitas, frekuensi dan durasi yang pada hakekatnya akan menimbulkan pula berbagai kerusakan.
1. Siklun (Cyclone). Akibat siklun “Lena� (23 Januari 1992) di Maumera jelas mengakibatkan kerusakan terumbu karang yang pada beberapa tempat menghancurkan sekitar 95 – 100 % komunitas karang
2. Gunung Api (Volcanism). Dari 500 Gunung Api yang ada di Indonesia, 80 buah di antaranya masih aktif. Letusan dan aliran lavanya dapat mengakibatkan kerusakan terhadap terumbu karang di sekitarnya. Misal letusan Gunung Krakatau di Selat Sunda tahun 1883 dan Banda Api tahun 1988
3. Gempa bumi (Earthquake). Hampir 10 % aktivitas gempa bumi di dunia berada di Indonesia. Gempa ini menyebabkan kerusakan struktur terumbu karang, misalnya memporak-porandakan koloni-koloni karang terutama yang berada di bagian sisi luar terumbu. Hal ini tampak pada kejadian gempa bumi di Maumere tahun 1992 (Flores, Nusa Tenggara Timur) yang menimbulkan terangkatnya koloni karang dari substratnya.
4.Tsunami. Ini berupa gelombang besar yang ditimbulkan oleh pergerakan vertical dasar laut akibat gempa, pergeseran lempeng bumi atau letusan gunung di laut. Gelombang ini merambat luas dengan kekuatan dan kecepatan yang tinggi di laut. Kerusakan akan timbul pada saat gelombang tsunami ini melanda dan meluluh-lantahkan pantai. Dilihat dari tata geologik dan tektonik serta fisiografik pantainya menjadikan Indonesia sebagai salahsatu daerah di dunia yang paling mudah terkena bencana tersbut. Contoh tsunami yang pernah terjadi di Indonesia antara lain: tsunami Krakatau pada tahun 1883, tsunami di Teluk Maumere Desember 1992 dan Tsunami di Nias dan di Aceh Desember 2004
5. Pemangsa (Predator). Salahsatu pemangsa yang merusak karang adalah Bintang laut mahkota (Corn of-thorn starfish) atau Acanthaster planci. Walaupun di Daerah Pasifik binatang ini dilaporkan merusak terumbu karang, namun Intensitas kerusakan akibat pemangsaan oleh binatang ini di Indonesia masih dianggap belum berarti. Pemangsaan oleh bintang laut lainnya seperti Echinometra marthaei, Diadema setosum , Trynepteus gratilla dan Culcita dalam jumlah besar dapat menimbulkan kerusakan struktur karang batu sebagai akibat mereka memakan algae yang tumbuh menepel pada permukaan karang tersebut.
6. Perubahan iklim (climate changes). Satu dari akibat fenomena perubahan iklim ini adalah ENSO (El Nino South Oscillation) yang dikenal sebagai suatu kejadian yang ada kaitannya dengan perubahan system tekanan atmosfer di Pasifik. Permukaan laut yang lebih rendah pada waktu ENSO sebagai kebalikan non ENSO dilaporkan terjadi di Indonesia. Informasi akibat ENSO terhadap terumbu karang di Indonesia masih sedikit. Pemutihan karang akibat EL NINO telah dilaporkan terjadi di Kepulauan Seribu, Bali, Lombok, Karimun Jawa dan Kepulauan Riau (Brown dan Suharsono 1990, Suharsono 1999), tercatat pula adanya pemutihan karang di Karimun Jawa (Manuputty dan Budiyono 2000), sedangkan Zamany et al. (1999) melaporkan adanya pemutihan dan kematian karang yang berarti di Bali selama tahun 1997- 1999.
Akibat negatif dari aktivitas manusia (Negative Anthropogenic Impacts).
Gangguan manusia terhadap terumbu karang dapat menimbulkan berbagai akibat baik secara langsung maupun tidak langsung. Berikut ini adalah beberapa akibat negative dari berbagai aktivitas manusia terhadap terumbu karang.
1. Perikanan yang menimbulkan kerusakan (destructive fishing). Praktek-praktek perikanan yang irasional seperti pengeboman dan penggunaan sianida menimbulkan bencana kerusakan terumbu karang.Penangkapan ikan dengan menggunakan sianida baik dalam operasional kecil maupun besar dan pengeboman baik oleh nelayan local maupun dari luar mengakibatkan pengaruh berlipatganda, kerusakan karang, kematian berbagai larva dan ikan-ikan kecil. Hal ini mengakibatkan penurunan kualitas/nilai penting terumbu karang, kehancuran karang hidup dan kehilangan nilai ekonomi yang besar bagi masyarakat Indonesia.
2.Penambangan karang dan pasir (Coral and sand mining). Penambangan ini telah berjalan sejak lama untuk bahan bangunan, reklamasi pantai dan produksi kapur. Apabila hal ini dilakukan terus menerus maka fungsi terumbu karang sebagai pelindung pantai akan terganggu dan akan menimbulkan erosi/abrasi pantai. Pengaruh penambangan ini telah dilaporkan terjadi di beberapa tempat seperti Mentawai (Sumatera Barat), Riau, Kepulauan Seribu (Jakarta) dan Bali.
3. Pencemaran (Pollution). Cemaran yang berasal dari limbah industri, limbah perkotaan dan pertanian yang terbawa aliran sungai ke laut menimbulkan masalah pencemaran yang rumit bagi kebanyakan wilayah pantai di Indonesia, terutama yang berdekatan dengan perkotaan. Aliran lahan dari darat juga mempengaruhi kecerahan air laut yang ada kaitan akibatnya terhadap sebaran dan tutupan karang. Limbah panas, tumpahan minyak dan buangan sampah dalam jumlah besar ke laut juga menimbulkan pengaruh kerusakan terhadap terumbu karang.
4. Pelumpuran (Siltation). Penggundulan hutan dan lahan menimbulkan masalah pelumpuran. Erosi lahan dan bahan-bahan lain melalui aliran sungai ditumpahkan ke laut. Pengaruh pelumpuran di laut berakibat pula terhadap terumbu karang.
5.Turisme (Tourism). Perkembangan yang pesat dari turisme/wisata bahari tanpa pengelolaan yang baik dapat pula menimbulkan pengaruh negatif terhadap terumbu karang. Misalnya akibat dari pelemparan jangkar, terinjak-injak, buangan sampah/limbah padat dan cair, dan koleksi/pengambilan karang serta cangkang kerang-kerangan yang berlebihan.
6.Pengerukan, penimbunan dan konstruksi pantai (Dredging, filling and coastal construction). Aktivitas ini, seperti pengerukan untuk alur masuk pelayaran dan bangunan-bangunan wisata di areal terumbu karang dapat menimbulkan kerusakan terhadap terumbu karang.
Permasalahan
Akar permasalahan dari kerusakan terumbu karang ada beberapa hal
1. Kurang kesadaran dan pemahaman terhadap pentingnya terumbu karang. Banyak kalangan bawah masyarakat akar rumput dan pada berbagai kalangan tingkat kebijakan yang sangat terbatas pemahamannya dan kurang menyadari akibat jangka panjang yang merugikan dari kerusakan terumbu karang.
2. Keserakahan dalam menggali kemanfaatan sumber daya alam. Sikap demikian ini akan lebih berbahaya karena hanya memandang kepada kemanfaatan ekonomi sesaat saja tanpa mempertimbangkan kelanjutan manfaat dari sumber daya tersebut. Hal ini terlebih-lebih apabila dilakukan oleh orang yang memiliki “kekuatan�.
3.Kelemahan dalam penegakan hukum. Peraturan kebijakan, koordinasi kelembagaan, jumlah dan kapasitas penegak hukum dan konsistensi penegakan dan penuntutan hukum masih perlu peningkatan dalam upaya pengelolaaan kawasan pantai terpadu termasuk terumbu karang.
4.Kurangnya konsep nasional dalam pengelolaan terumbu karang. Beberapa hasil kajian berupa rekomendasi untuk kebijakan dan strategi pengelolaan terumbu karang telah disusun, namun baru beberapa di anataranya saja yang telah resmi terikat secara hukum seperti adanya Undang-Undang Perikanan No. 31 Tahun 2004 dan Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 2004.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
waaah terima kasih sangat bermanfaat artikelnyaa..
BalasHapusOpen Trip